Filosofi Ketupat. Kupat, Ngaku Lepat

Filosofi Ketupat. Kupat, Ngaku Lepat

Masih dalam suasana Idul Fitri 1443 H, saya mengucapkan “Minal Aidin wal Faidzin, Mohon Maaf lahir dan Batin“. Lebaran adalah momen merayakan kemenangan. Ya, kemenangan setelah selama 30 hari belajar untuk menahan diri dari makan dan minum serta apa saja yang membatalkan puasa. Belajar untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah dan belajar berempati kepada sesama manusia. Momen yang spesial untuk setiap muslim setiap tahunnya.

Idul fitri selalu identik dengan hidangan yang berbeda dari hidangan di hari-hari biasa. Setiap daerah memiliki masakan khasnya masing-masing. Namun, ada satu jenis makanan yang hampir ada di semua daerah, yaitu ketupat. Dalam bahasa Jawa ketupat biasa disebut dengan kupat. Ternyata jenis makanan yang satu ini memiliki filosofi tersendiri. Bahkan maknanya sungguh luar biasa.

Kupat dikenalkan kepada masyarakat oleh Sunan Kalijaga atau Raden Mas Sahid. Aslinya, lebaran ketupat dulu dilaksanankan setiap tanggal 8 Syawal, yaitu setelah umat Islam melaksanakan enam hari puasa Syawal. Kupat singkatan dari ngaku lepat (mengaku salah). Selain itu juga berarti laku papat (empat tindakan). Keempatnya meliputi:

  1. Lebaran, yang memiliki makna berakhirnya waktu puasa.
  2. Luberan, yang memiliki arti meluber atau melimpah. Dan ini adalah simbol sedekah.
  3. Leburan, yaitu melebur dosa dengan saling memaafkan
  4. Laburan, berasal dari kata labur (batu kapur yang sudah dihaluskan). Maknanya adalah menjaga kesucian lahir dan batin.

Bahan yang digunakan untuk membuat ketupat adalah janur (ajining nur) yang berarti hati nurani. Janur dalam bahasa Arab adalah jaa a al-nur yang berarti telah datang cahaya, sehingga bisa dimaknai sebagai keadaan suci manusia setelah tercerahkan selama bulan suci Ramadan. Dan isinya adalah beras putih yang menjadi simbol nafsu duniawi. Jadi ketupat melambangkan nafsu duniawi yang dibungkus dengan hati nurani. Beras dapat juga sebagai simbol kemakmuran. Di hari lebaran, semua orang merasakan kemakmuran. Orang-orang miskin mendapatkan zakat fitrah sehingga bisa merayakan lebaran seperti yang lainnya.

Sementara itu, anyaman ketupat sendiri sangat unik dan bahkan rumit. Hal tersebut menggambarkan banyaknya kesalahan manusia dalam berbagai aspek kehidupan. Ujung ketupat yang seperti tali, yang diikat antara ketupat satu dengan ketupat lainnya, melambangkan sebuah kesatuan, seperti umat Islam di hari raya idul fitri yang bersatu melaksanakan sholat ied bersama-sama, baik di lapangan maupun di masjid. Bentuk ketupat adalah kiblat papat (mata angin) limo pancer (kiblat), yaitu arah kiblat. Dan ketika ketupat dibelah, maka tampaklah warna putih dari isinya. Ini melambangkan kesucian hati.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca juga