Tuhanku, di Pintu-Mu Aku Mengetuk
Salah satu tanda bahwa Allah sedang rindu pada hamba-Nya adalah dihadirkan-Nya postingan nasehat berseliweran di media sosialnya. Dengan demikian, perlahan hati akan tersentuh. Diam-diam hati akan menyadari bahwa selama ini diri sudah jauh dari-Nya.
Kemaren, saya mendapati postingan mengenai cerita Abu Nawas. Cerita mengenai tokoh yang satu itu sangat terkenal hingga saat ini. Bahkan syairnya banyak disenandungkan di berbagai kesempatan. Syair tentang pertaubatan. Tentang kesadaran akan kebutuhan kepada Sang Maha Pencipta. Tentang betapa kecilnya manusia di hadapan-Nya Yang Maha Agung.
Abu Nawas adalah seorang penyair asal Persia yang terkenal dan cerdas. Semasa hidupnya, beliau pun dikenal sebagai pemabuk dan ahli maksiat. Maka, Imam Syafi’i sempat menolak untuk untuk ikut mengurus jenazah Abu Nawas mulai dari memandikan, mensholatkan, dan menguburkan saat mendengar kabar mengenai wafat beliau.
Namun, seseorang menemukan secarik kertas bertuliskan syair yang terletak di bawah bantal Abu Nawas. Indah sekali syair itu. Setelah membacanya, Imam Syafi’i pun menangis, lalu mensholatkan jenazah Abu Nawas bersama kaum muslimin yang hadir lainnya.
Isi syair itu adalah:
Wahai Tuhanku, dosa-dosaku terlalu besar dan banyak. Tapi aku tahu bahwa ampunan-Mu lebih besar. Jika hanya orang baik yang boleh berharap kepada-Mu, kepada siapa pelaku maksiat akan berlindung dan memohon ampunan?
Aku berdo’a kepadaMu, seperti yang Kau perintahkan, dengan segala kerendahan dan kehinaanku. Jika kau tampik tanganku, lantas siapa yang memiliki kasih sayang?
Hanya harapan yang ada padaku ketika aku berhubungan dengan-Mu dan keindahan ampunan-Mu. Dan aku pasrah setelah ini.
Setiap kali membaca syair itu, hati saya menjadi rapuh. Ada sesuatu yang menyumbat kerongkongan saya. Air mata perlahan membasahi pipi. Betapa syair itu mewakili diri saya. Tuhan, di pintu-Mu aku mengetuk.
Di bawah ini, syair Abu Nawas disenandungkan dengan merdu dan indah oleh Putri Ariani. Selamat menikmati.