Merendah untuk Meroket (Humblebragging)
“Wah, nggak nyangka banget aku bisa lolos seleksi masuk perguruan tinggi favorit. Padahal aku belajarnya nggak optimal.”
“Selalu aku yang disuruh kesana-sini oleh atasan di kantor. Masih banyak yang lain padahal.”
“Banyak yang bilang aku seperti kakak beradik sama anakku.”
Sering kita mendengar ungkapan seperti itu dalam kehidupan sehari-hari, baik diucapkan secara langsung maupun ditulis sebagai status atau caption unggahan di media sosial. Kesannya memang seperti sedang mengeluh, atau merendahkan diri. Namun jika kita cermati, kalimat-kalimat di atas dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa si pembicara tersebut cerdas, bisa diandalkan, dan juga awet muda.
Dalam ilmu psikologi hal semacam itu disebut dengan istilah humblebragging, yaitu bentuk pamer yang dikemas dengan sikap mengeluh atau merendahkan diri sendiri. Ada yang menyebutnya dengan istilah pamer terselubung. Tujuan orang melakukan humblebragging adalah untuk mendapatkan pujian atau pengakuan dari orang lain. Mereka senang jika orang lain kagum dan simpati.
Jika tidak mendapat perhatian dari orang lain, orang yang humblebragging akan mengatakannya berulang-ulang, terus-menerus. Tentu saja harapan mereka dengan berbuat demikian gambaran atau image mereka akan meningkat. Menurut para ahli, dampak melakukan humblebragging lebih buruk dibandingkan pamer secara terang-terangan.
Menumbuhkan kepekaan atau sikap empati adalah cara yang dapat dilakukan agar dapat menghindari humblebragging. Selain itu jika kita memiliki atau dikaruniai kelebihan, maka bentuk apresiasi yang baik adalah dengan melakukan hal yang mendatangkan manfaat untuk diri sendiri. Tidak semua hal perlu ditunjukkan kepada orang lain.