Menulis sebagai Sebuah Terapi
Komunitas Bisa Menulis (KBM) merupakan ajang berkumpulnya orang-orang yang memiliki hobi menulis. Ada banyak komunitas serupa di Indonesia. Salah satunya adalah yang diasuh oleh Asma Nadia dan suaminya, Isa Alamasyah. Setiap Rabu malam diadakan acara bertajuk Belajar dari Bintang yang menghadirkan tokoh-tokoh terkenal di dunia kepenulisan. Semalam bintang tamu yang dihadirkan adalah Sinta Yudisia-seorang penulis, psikolog, konselor, dan trainer. Tema yang diangkat adalah Psikologi dalam Kepenulisan.
Dalam paparannya, Sinta menjelaskan manfaat menulis ditinjau dari sisi psikologi. Menulis ternyata bisa menjadi sarana terapi. Tujuannya adalah untuk mengosongkan emosi negatif seperti marah, dendam, jengkel, iri, dan lain-lain. Selain itu juga bertujuan untuk berdiskusi dengan diri sendiri, menganalisa pikiran, perasaan, dan perilaku serta menjadi tahap awal menyelesaikan konflik.
Ada aturan yang harus diterapkan saat melakukan menulis untuk terapi, antara lain: dijaga kerahasiaannya, tidak di-pusblish, untuk belajar asertif, negosiasi, dan komunikasi. Bila permasalahan tidak kunjung reda setelah melakukan terapi menulis, maka disarankan untuk menghubungi psikiater. Bisa jadi tingkat permasalahannya sangat berat, jadi tidak cukup hanya dengan menulis.
Manfaat psikologis dari menulis adalah bisa melepas emosi negatif. Seperti yang disebutkan diawal, emosi negatif bisa berupa marah, sedih, cemburu, iri, dan lain sebagainya. Menulis juga bisa menjadi sarana untuk relaksasi. Dengan menulis biasanya perasaan akan menjadi lebih rileks, lebih lega, dan sebagainya. Menulis bisa mengatasi berbagai gangguan atau disorder. Trauma masa kecil, pengalaman buruk saat di sekolah (bullying, misalnya), dapat menyebabkan gangguan dalam diri orang yang mengalaminya.
Sintia memberikan contoh beberapa buku hasil karya orang yang mengalami masalah berat dalam hidupnya. Contoh pertama adalah buku berjudul God’s Call Girl yang ditulis oleh Carla Van Raay. Buku ini bercerita tetnang pengalaman penulis yang mengalami sexual abuse oleh ayahnya saat dia masih sangat kecil. Dia dimasukkan ke sekolah biarawati saat dia remaja. Namun kemudian dia menjadi PSK. Dan saat menjadi PSK, dia berusaha untuk keluar dari dunia hitam tersebut karena dia tahu yang dia lakukan adalah hal yang salah.
Contoh kedua adalah sebuah buku berjudul Man’s Search for Meaning karya Viktor E. Frankel. Menurut Sintia buku ini merupakan buku babon di dunia psikologi. Viktor menuliskan pengalamannya saat dia mengalami penyiksaan hebat di dalam penjara. Ada beberapa buku lain yang dicontohkan, salah satunya buku karya Brooke Shield yang berisi pengalamannya saat menjadi ibu untuk pertama kalinya. Dia merasa benci dengan bayinya, padahal sebelumnya dia sangat mengharapkan hadirnya anak dalam hidupnya.
Tidak semua dari kita dapat menemukan orang yang dirasa tepat untuk menceritakan segala hal yang bergejolak di dalam hati. Tidak semua orang bisa dijadikan tempat yang nyaman untuk curhat. Untuk menemui psikolog pun sering tidak memiliki keberanian dan juga malu. Maka menulis bisa menjadi sarana untuk melepaskan emosi negatif. Jika memiliki bakat menulis, maka hasil tulisannya bisa dijadikan novel atau buku dan bisa dijual. Tentu hasil tulisannya bisa dijadikan bahan pembelajaran bagi orang lain yang membacanya.