Lifetime Achievement untuk Begawan Sastra Lintas Zaman, Taufiq Ismail

Lifetime Achievement untuk Begawan Sastra Lintas Zaman, Taufiq Ismail

Penyair ternama Indonesia yang dijuluki Begawan Sastra Lintas Zaman, Taufiq Ismail, hari ini menerima penghargaan dalam kategori lifetime achievement dari Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Penghargaan tersebut diberikan dalam rangka peringatan Hari Kekayaan Intelektual Sedunia XXII. Beliau dinilai telah berkontribusi besar dalam dunia sastra Indonesia dan mencurahkan perhatian yang besar pada peningkatan kualitas pendidikan lierasi di tanah air, khususnya melalui Majalah Sastra Horison dan gerakan Siswa Bertanya Sastrawan Bicara (SBSB).

Saat masih duduk di bangku sekolah dulu yang saya tahu tentang Taufiq Ismail adalah sebagai salah satu sastrawan Angkatan 66 dengan karya yang terkenal Benteng dan Tirani. Seingat saya itu yang sering disebutkan dalam pelajaran Bahasa Indonesia saat mengupas materi mengenai kesusasteraan. Saya tidak tahu banyak tentang beliau. Ternyata karya beliau banyak sekali.

Beliau juga menulis lirik lagu yang sangat saya sukai dan dinyanyikan oleh Bimbo, Chrisye, dan Godbless. Saya menjadi penggemar ketiganya. Lagu Sajadah Panjang, Rindu Kami Ya Rasul, dan Lailatul Qadar yang dinyanyikan oleh Bimbo selalu menyejukkan hati. Ketika Tangan dan Kaki Berkata yang dibawakan oleh Chrisye pun tak kalah keren. Bahkan almarhum Chrisye pernah mengungkapkan bahwa dia sempat tak sanggup menyanyikan lagu itu hingga akhir karena terus ingin menangis.

Godbless menyanyikan lagu Rumah Kita dan Panggung Sandiwara dengan sangat indah. Hingga kini semua lagu itu masih enak dinikmati. Bahkan dinyanyikan ulang oleh penyanyi-penyanyi lain dan tetap enak dinikmati siapa pun yang menyanyikannya. Yang terpenting adalah pesan dan makna dibalik lirik lagu-lagu itu. Taufiq Ismail selalu menyisipkan pesan mendalam dari setiap lirik yang digubahnya.

Saya masih ingat sekali saat reformasi dulu (tahun 1998), Taufiq Ismail mencipta puisi yang fenomenal dan masih sangat relevan hingga kini. Puisi itu berbunyi:

Mahasiswa takut pada dosen.

Dosen takut pada Dekan.

Dekan takut pada rektor.

Retor takut pada menteri.

Menteri takut pada presiden.

Presiden takut pada mahasiswa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca juga