JANGAN PERNAH MEMBANDINGKAN HIDUPMU DENGAN SIAPA PUN
Seorang yang dikenal sangat bijak suatu hari duduk di atas sebuah batu besar di pinggir kolam. Air kolam di depannya sangat jernih dan tenang, setenang wajahnya yang lembut. Hari menjelang siang. Ia menikmati sinar mentari yang masih hangat. Di atas tempat ia duduk, bertengger seekor burung gagak di pohon mangga yang rimbun.
Saat ia sedang asyik melihat ikan-ikan di kolam, tiba-tiba menetes butiran air ke lengan kanannya yang kokoh. Ia pun melihat ke atas. Burung gagak sedang menangis di atasnya. Rupanya burung itu sedang merasakan kesedihan yang mendalam.
“Mendekatlah kemari, wahai burung gagak. Berceritalah kepadaku. Apa gerangan yang membuatmu menangis?” Tanya sang bijak bestari pada burung gagak. Burung itu pun turun dan berdiri di depan sang bijak bestari.
“Aku merasa hidupku tidak pernah bahagia seperti burung lain di luar sana. Setiap orang mengusirku dan tak mau memberiku makan. Mereka semua benci padaku. Sungguh, mati lebih baik daripada hidup seperti ini” Sang gagak mulai bercerita.
Mendengar jawaban itu, dengan lembut sang bijak bestari berkata, “Kita harus memilih untuk bahagia bagaimana pun kondisi hidup kita.”
“Apa yang bisa aku lakukan untuk membantumu jadi bahagia?” Tanyanya kemudian.
“Tolong ubah aku menjadi seekor angsa. Bagiku, angsa adalah hewan yang paling bahagia. Warnanya putih dan indah sekali bentuknya. Ia pasti yang paling bahagia di dunia ini.”
“Baiklah. Aku akan membantumu berubah jadi seekor angsa, tapi pergilah dan temui seekor angsa. Tanyakan padanya apakah ia bahagia menjadi seekor angsa atau tidak. Jika jawabannya iya, kembalilah kemari. Aku akan mengubahmu menjadi seekor angsa.” Jawab sang bijak bestari.
Burung gagak pun terbang dengan gembira mencari seekor angsa. Ia menemukan angsa yang sedang berenang di sebuah danau kecil. Burung gagak itu pun mendekatinya.
“Hai angsa. Indah sekali rupamu. Putih bersih bulumu. Semua orang menyuakimu. Kau pasti yang paling bahagia di dunia ini karenanya.” Sapa burung gagak pada angsa.
“Tidak kawan. Aku bukan burung yang paling indah. Warnaku hanya putih saja. Pucat. Menurutku, yang paling bahagia adalah burung nuri. Bulunya berwarna-warni menawan hati.”
Burung gagak pun pergi meninggalkan angsa itu. Ia terbang mencari burung nuri. Ia menemukan burung nuri yang sedang hinggap di rimbun dedaunan.
“Hai, burung nuri. Bulumu sungguh menawan hati. Kau pasti yang paling bahagia di dunia ini.” Sapa burung gagak pada burung nuri.
“Tidak kawan. Buluku memang berwarna-warni. Tapi, aku selalu dihantui ketakutan karena kapan saja aku bisa ditangkap oleh pemburu dan dimasukkan ke dalam sangkar. Aku akan terkekang di dalamnya. Menurutku, yang paling bahagia adalah burung merak. Siapa pun mengakui keindahannya.” Jawab burung nuri.
Lagi, burung gagak itu terbang. Kali ini ia berharap menemukan jawaban yang ia inginkan. Ia menemui burung merak yang sangat memukau kindahannya itu di kebun binatang. Banyak orang yang berdatangan untuk menyaksikan keindahan ciptaan makhluk yang bernama burung merak itu. Ia berjalan dengan perlahan di dalam kandangnya, mebentangkan kedua sayapnya yang mempesona.
Setelah orang-orang itu pergi, burung gagak mendekati merak dan berkata, “Hai, merak. Bulu-bulumu sungguh luar biasa. Indah sekali bentuknya. Kau pasti yang paling bahagia di dunia ini.” Burung gagak itu tak mampu menutupi ketakjubannya.
“Itu hanya perasaanmu saja, kawan. Setelah aku teliti seisi kebun binatang ini, ternyata burung gagaklah yang paling bahagia.” Jawab burung merak dengan tenang.
Burung gagak pun heran dengan jawaban itu. Bagaimana bisa ia dikatakan paling bahagia oleh burung yang paling mempesona itu. Ia sendiri merasa tidak pernah merasakan kebahagiaan selama ini. Bahkan menurutnya mati lebih baik daripada hidup menjadi seekor gagak. Ia masih tertegun dengan jawaban burung merak ketika tiba-tiba burung merak itu berkata lagi.
“Aku memang burung yang paling indah. Dan semua orang terpukau padaku. Tapi karena itulah, aku terperangkap di sini. Tidak bisa kemana-mana. Kadang, ketika orang mencabut buluku untuk membuat hiasan, rasanya nyeri sekali. Kau, burung gagak, hidupmu bebas. Tidak ada yang menangkapmu dan memasukkanmu ke dalam sangkar. Seandainya saja aku seekor gagak, aku pasti bisa terbang bebas dan berkelana kemana pun yang aku suka. Sungguh, berbahagialah engkau. Kaulah yang paling bahagia”
Mendengar kata-kata itu, burung gagak merasakan untuk pertama kali betapa bahagia menjadi seekor gagak. Tanpa pikir panjang, burung gagak itu pun terbang kembali menemui sang bijak bestari di tepi kolam.
“Apa yang kau dapatkan? Masih ingin diubah menjadi seekor elang?” Tanya sang bijak bestari.
“Tidak, wahai sang bijak bestari. Aku tidak ingin menjadi siapa pun. Aku baik-baik saja menjadi diriku apa adanya.” Jawab burung gagak itu dengan mantap.
Dalam hidup, sering kita membandingkan hidup kita dengan hidup orang lain. Kemudian kita menjadi merana. Bahkan, kita mengutuk hidup kita sendiri. Mestinya, kita sibuk mensyukuri apa yang kita miliki, bukan terus menerus memikirkan apa yang tidak kita miliki.
Di luar sana, selalu ada orang yang jauh lebih kaya dan jauh lebih miskin dari kita. Kebahagiaan tidak akan pernah datang menghampiri hidup kita jika kita terus membandingkan hidup kita dengan hidup orang lain. Orang yang paling bahagia di dunia ini adalah mereka yang selalu bersyukur dengan apa yang mereka miliki.