Terbuat dari Apakah Hatimu, Mbak?

Terbuat dari Apakah Hatimu, Mbak?

Apa yang terlintas di hati Anda saat melihat foto dari potongan video yang diunggah oleh sebuah akun tiktok di atas? Pertama kali saya melihatnya, saya hanya dapat berkata, “Ya Allah.” Itu saja. Saking tidak habis pikirnya dengan apa yang ada di dalam foto itu. Video di tiktok tersebut saya dapatkan di timeline Twitter saya beberapa saat yang lalu. Hati saya benar-benar tergelitik, tak tahan untuk tidak menuliskannya.

Peristiwa itu terjadi di sebuah kereta. Memang tidak ada keterangan yang saya temukan perjalanan dari mana menuju ke mana, tetapi yang namanya naik kereta pasti tidak hanya sekedar lima atau sepuluh menit kemudian turun. Dari Bogor menuju Bojonggede saja lebih dari 10 menit. Melihat posisi tempat duduk yang seperti itu, saya menduga itu kereta untuk perjalanan dari dan ke luar Jakarta. Semoga saya tidak salah karena saya hanya beberapa kali naik kereta dari Jogja menuju Jakarta dan sebaliknya. Itu pun sudah lama sekali.

Mbak yang duduk santai sambil ‘selonjoran’ itu juga seorang perempuan. Suatu saat akan punya anak dan bisa jadi juga melakukan perjalanan jauh bersama anaknya. Ibu muda yang duduk di depannya itu sedang menggendong bayi sambil memeluk anak laki-lakinya yang masih usia SD itu. Dilihat dari bawaan ibu itu, jelas repot sekali keadaannya. Apalagi sambil menggendong bayi, tentu jika kursinya tidak tersita oleh kaki mbaknya itu beliau pasti bisa duduk dengan lebih nyaman.

Pertanyaan yang muncul dalam hati dan benak saya adalah, “Terbuat dari apa hatimu, Mbak?” Secara etika, jelas ibu itu lebih tua dari dia. Ditambah lagi ibu itu jelas-jelas sedang kerepotan seperti itu. Jika tidak bisa membantu yang lebih banyak agar ibu itu merasa nyaman selama perjalanan, minimal kakinya tidak seperti itu. Biarkan ibu itu duduk dengan nyaman di tempat yang menjadi haknya. Itu standar moral yang mestinya dilakukan oleh mbak itu.

Seandainya saya ada di dekat ibu dan mbak itu, pasti saya akan menegurnya. Meskipun mungkin reaksi mbak itu akan marah atau tersinggung atau apa saja. Saya benar-benar tidak tega. Mungkin mbak itu lupa bahwa setiap kebaikan sekecil apapun, itu akan kembali padanya. Jadi ketika dia berbuat baik, maka sejatinya dia sendiri yang beruntung. Begitu menurut Allah dalam Al-quran surat Al-Isra ayat 7. Artinya: “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik baik bagimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagimu sendiri.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca juga