Tafakur
Salah satu upaya untuk menumbuhsuburkan cinta kita kepada Allah adalah dengan bertafakur. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tafakur memiliki arti renungan, perenungan. Tafakur adalah salah satu upaya untuk merenungi kebesaran Allah SWT. Rasulullah SAW sangat suka bertafakur. Beliau bersabda, “Merenung sesaat (untuk bertafakur) lebih besar nilainya daripada amal-amal kebajikan yang dikerjakan oleh dua jenis makhluk (manusia dan jin).” (HR Ibnu Majah). Tafakur adalah kegiatan yang dimulai dari hati, bukan dari akal.
Apa saja yang bisa ditafakuri? Ada banyak sekali, bahkan tidak terbatas jumlahnya. Kita dapat merenungi penciptaan diri kita sendiri, alam semesta, dan berbagai peristiwa kehidupan yang ada di sekitar kita. Saat kita sedang duduk di taman depan rumah kita, kita bisa merenungi keindahan bunga-bunga yang ada, kupu-kupu yang beterbangan kesana kemari, kicau burung yang bersahut-sahutan, sinar mentari pagi yang hangat, embun yang berkilau-kilauan diterpa sinar matahari, dan masih banyak lagi. Siapa yang menciptakan, memelihara, dan mengatur semua itu? Allah.
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surat Ali-Imran ayat 190-191 yang artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Wahai Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari dari siksa neraka.”
Kita juga dapat merenungi betapa besar karunia Allah atas diri kita karena bisa menghirup udara pagi yang segar. Kita pun bisa menyaksikan indahnya langit biru yang terbentang luas di angkasa. Awan putih selembut kapas berarak perlahan menuju ke tempat yang jauh. Siapa lagi yang mampu memberikan semua kenikmatan itu selain Allah? Dalam Al-Quran surat Ibrahim ayat 7 Allah juga berfirman yang artinya: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti ami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
Jika tiba-tiba mendengar kabar duka dari group WhatsApp yang mengabarkan bahwa Fulan telah meninggal dunia sedangkan sehari sebelumnya masih berkomunikasi, maka kita pun dapat merenung. Kita menjadi sadar bahwa kematian bisa datang kapan saja dan di mana saja. Kematian tidak perlu menunggu orang itu sakit terlebih dahulu, atau mendapatkan kecelakaan terlebih dulu. Jika saat kematian sudah tiba, malaikat maut akan datang tepat waktu meskipun kita berada di dalam gedung yang kokoh dengan penjagaan yang sangat ketat.
Kita pun disadarkan oleh Allah agar segera bertaubat atas semua kesalahan dan dosa yang telah kita perbuat. Mumpung Allah masih memberi kesempatan untuk hidup kepada kita, maka segera melakukan banyak ketaatan dan kebaikan sebagai bekal kita di akhirat nanti. Penyesalan itu selalu datang terlambat. Setelah merenungi hal itu, segera bergegas menuju ampunan dan ridha Allah itu. Kita diingatkan oleh Allah dalam Al-Quran surat Ali-Imran ayat 135 yang artinya: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu bermohon terhadap dosa-dosa mereka – dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”
Hasil dari bertafakur adalah ketenangan hati yang akan berdampak pada kestabilan emosi. Mengapa bisa begitu? Karena saat bertafakur kita menjadi lebih banyak mengingat Allah dengan segala keagungan-Nya, kuasa-Nya, dan kemahaan-Nya. Seperti dalam Al-Quran surat Ar-Ra’d ayat 28 yang artinya: “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.”